FENOMENA PORANG
Porang merupakan sebuah fenomena zaman. Ratusan tahun yang lalu, Porang sudah ada di bumi pertiwi ini. Pinggir jurang, bawah rumpun bambu, semak belukar, maupun hutan lebat adalah tempat porang berada. Namun, kita tak sudi menengok dan tak mau memanfaatkannya. Bahkan menjadi gulma dan musuh bagi petani karena lebatnya daun porang mengalahkan tanaman si petani. Porang di cabut, di babat, dan di buang ke jurang.
Tahun 1943, Jepang datang menjajah negri ini. Bukan untuk mencari rempah-rempah seperti bangsa Eropa. Bukan pula mencari emas, tapi mencari porang / lorkong / konjak untuk bahan makanan ratusan ribu pasukan yang sedang berperang di hampir seluruh daratan Asia. Makanan utama orang Jepang bukanlah beras atau gandum, tapi konjak atau porang. Tetapi proses pengolahan porang menjadi makanan sangat dirahasiakan oleh mereka. Kenapa?
Karena jiks sampai bangsa kita tahu tentang cara mengolah porang menjadi makanan, beras shirataki, konyaku, tepung, dan mie porang, maka mereka khawatir kita nanti bisa mengolah porang dan dikonsumsi sendiri. Akibatnya mereka tidak dapat suplay porang lagi untuk prajurit mereka di luar negeri.
Konon, bahkan saat armada pengangkut porang sedang lewat, mereka membunyikan alarm gar rakyat pribumi berlindung dan bersembunyi dirumah. Agar rakyat tidak tahu bahwa meraka sedang mengangkut porang ke pelabuhan. Sehingga sampai saat ini kita tidak diwarisi tentang cara pengolahan porang menjadi makanan.
Namun, Allah Maha Adil. Jepang dan Cina sebagai pengkonsumsi porang belakangan ini kesulitan stok karena faktor alam dan pertambahan penduduk yang makin banyak. Mereka membutuhkan porang dengan jumlah yang sangat banyak. Pada tahun 2014, mereka datang ke Indonesia untuk mencari porang karena memang sumber/pusat porang dunia ada di Indonesia.
Pada awalnya porang sudah dikirim ke Jepang sejak tahun 1962 oleh beberapa perusahaan di Indonesia, tapi kebutuhan di sana makin banyak. Maka, wakil pemerintah mereka datang langsung untuk kerjasama atau MOU pembelian dan penanaman porang. awalnya dengan Perhutani Madiun. Mulai saat itulah porang berkembang makin pesat dan luasan lahan porang khususnya di Jawa Timur (Madiun, Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro) semakin meluas.
Ditambah lagi pernyataan Badan Pangan Dunia (FAO) bahwa dunia dalam keadaan darurat pangan, dan Indonesia juga merasa perlu memperkuat ketahanan pangan. Salah satunya adalah Porang yang merupakan substitusi yang ternyata 5 kali lebih baik dari beras. Maka booming-lah porang di negeri ini.
Kebutuhan dunia yang sangat besar konon baru terpenuhi 5-10% saja dan potensi ratusan juta penduduk Indonesia yang pada titik tertentu nanti akan berubah pola makannya dari beras padi menjadi beras porang. Hari ini memang baru pada kalangan elite tertentu saja yang mengkonsumsi makanan dari beras porang, karena harganya masih sangat tinggi yaitu sekitar Rp. 160.000 perkilo. Namun bukan hal yang mustahil jika 5-10 tahun lagi warga biasa sudah bisa makan beras porang yang memang sangat baik bagi kesehatan.
Peluang ini terbaca oleh petani dan pengusaha kita. Maka mulai tahun 2019, sudah bermunculan orang-orang yang penggiat porang. Beberapa daerah di Probolinggo sudah mulai menanam porang, misalnya di Krucil dan Tiris. Kota Probolinggo juga tak ketinggalan, adalah Kelurahan Kedunggaleng yang menjadi pelopor petani porang di kota tersebut.
Porang yang tadinya tanaman liar, kini mulai jadi idola. Ratusan bahkan ribuan hektar lahan berubah jadi lahan porang. Potensi pendapatan porang yang sampai ratusan juta perhektar permusim membuat para pengusaha yang selama ini tidak melirik dunia pertanian mulai berebut peluang bertani porang.
Ya, porang sudah jadi primadona, dan insya Allah akan terus jadi primadona mengingat bahwa itu adalah kebutuhan pokok dan kebutuhan industri. Semoga hadirnya porang bisa membawa kemaslahatan bagi petani pedesaan dan petani pinggiran hutan agar bisa menikmati fenomena porang ini. Karena mereka punya lahan, waktu, dan tenaga. Semoga bukan hanya para investor, pemilik modal, dan pengusaha yang kaya raya dari porang. Tetapi yang utama adalah petani porang ikut merasakan kemakmurannya juga.
Komentar
Posting Komentar